Selasa, 31 Maret 2015

Hey, Jun.

“NGAPO SIH NAK AKU NIAN?” tiba-tiba perempuan itu menghentak ke arah kami, terdengar lantang dan melawan. Wajar kalau dia kesal, karena dia harus menjadi ketua dari beberapa orang yang ospek untuk memberi hormat pada senior kami  yang berada di teras depan kelas. Aku menoleh lalu memperhatikan wajahnya sekilas, dan ya, hal pertama yang selalu ku perhatikan dari seseorang adalah mata dan bibir, perempuan yang berambut sebahu dan berkaos putih itu punya tatapan yang tajam setajam caranya bicara. Cantik dan judes, penilaian pertamaku. 

Hey jun, she is you. Kira-kira seperti itulah kita bertemu, aku tidak bisa menceritakan detailnya karena itu sudah lama (dan aku lupa). Enam tahun yang lalukah? Terserah. Aku tidak pandai mengingat sejak kapan kita mulai berteman dan sudah berapa lama waktu berlalu. Ih, kita langgeng ya! Beda jauh dengan kisah-kisah percintaan kita yang hanya bertahan beberapa waktu. Aku tidak pernah menulis hal manis apalagi romantis untukmu, tapi semoga ini sudah mewakili semuanya.. 

Banyak sekali tangis dan tawa yang kita bagi bersama sampai aku bingung harus menyebutmu apa.. Teman? Sahabat? Ah, kau lebih dari sekedar itu. Jujur saja, andai kau seorang lelaki, mungkin sudah kujadikan kekasih. Hahaha. 

Hey jun, terima kasih karena walau kita punya banyak kesamaan, hobi dan kesukaan yang sama terhadap hal-hal yang anti-mainstream, bahkan kita nyaris satu selera, tapi kita tidak pernah saling menikam. Kita juga sering bertengkar oleh perbedaan, memperdebatkan hal sepeleh, bahkan merajuk tidak penting, tapi kita tidak pernah saling menerkam. 

Terima kasih karena kau berada dibarisan depan untuk membelaku dan menyumpah serapah mereka yang merendahkanku. Tapi, kau juga orang pertama yang akan memarahi, memaki, bahkan menertawakanku ketika aku salah dan melakukan hal bodoh. 

Terima kasih karena tidak semua orang bisa membuatku nyaman menjadi diri sendiri, tetapi kau bisa. Kau tetap disini dengan aku dan semua sikap kekanak-kanakanku yang sering membuat orang menjauh pergi. 

Terima kasih karena kau telah menjadi tempatku mengadu dan mendengarkan apa yang tidak kuceritakan pada orang lain, kau tau semua sisi gelap dan kelamku dibanding orang tuaku sendiri. Tidak ada satupun rahasiaku yang tidak kau tau. 

Terima kasih untuk terima kasih – terima kasih lainnya yang tidak bisa kutuliskan satu persatu. 

Hey jun, kau ingat? Diantara banyak kisah yang kita lalui, ada satu kejadian  saat SMA yang masih kuingat sampai sekarang. Siang itu sepulang kita sekolah, kita menunggu angkutan umum dipinggir jalan, kita berdiri cukup lama... sampai akhirnya salah satu teman kita yang kelelahan menunggu memutuskan untuk duduk sebentar di becak kosong yang sedang parkir (mangkal).

“Jangan numpang duduk dibecak cak itu, agek kalo ado penumpang yang nak naek laju dak jadi naek oleh ado kau, kan kasian mamangnyo...” kataku.

Lalu  kau bilang “Kak, kau diputusin gara-gara dak pedulian? Sadar dak sih, kau tuh jauh lebih care dari yang wong lain kiro. Mantan kau tuh yang salah.” 

DHEG! 

Hey jun, kau yang paling tau.. Kala itu aku tengah merasa bersalah ditinggalkan pacar yang menganggap aku perempuan yang berhati dingin dan tidak pedulian. Tapi dengan satu kalimatmu, aku  menjadi merasa jauh lebih baik.   

Tidak, bukan hanya saat itu. Tapi setiap saat. Ketika aku yang mudah sekali rendah diri ini mulai putus asa, kau menguatkan aku dan membuatku merasa lebih baik. Kau selalu meyakinkan kalau aku manusia yang berharga.  

Mungkin, jika suatu hari Tuhan bertanya apa yang menjadi alasan aku tetap kuat dan bertahan di dalam hidup yang kadang-kadang menyedihkan ini, salah satu jawabannya adalah kau; Junita Sari Mustika. 

:))
Hey jun, I beer you.

 

Jumat, 27 Maret 2015

Dongeng Patah Hati



Di suatu lembah, berdirilah sebuah kerajaan peri yang makmur. Para peri disana suka sekali terbang, tapi ada satu peri yang setiap hari hanya duduk terdiam dipinggir danau, banyak peri-peri muda yang memanggilnya peri pemalas. Peri nala namanya.

Tidak ada yang berbeda dari Nala, malah bisa dikatakan dia adalah salah satu peri yang punya sayap tercantik di kerajaan itu. Ia bukanlah peri pemalas, dia hanya seorang peri yang penakut.  Karena itu, ia hanya bisa berjalan-jalan dengan kaki menyusuri hutan-hutan, bahkan bercanda gurau dengan teman-temannya yang kebanyakan hewan liar. Ia lebih suka seperti itu daripada bergaul dengan peri-peri lain.

Tetua kerajaan telah mengumumkan bahwa akan ada festival untuk merayakan kemenangan yang selalu diadakan setiap tahunnya. Semua peri beramai-ramai mengikutinya, tapi tidak dengan Nala.

“Pulanglah ke kerajaan peri nala, ikutlah terbang, jangan takut ketinggian lagi” bujuk mark si tupai hutan sahabat Nala.

“Aku tidak takut ketinggian, Mark. Aku takut jatuh.” jawab nala sambil tertawa renyah.

“Kau tidak akan jatuh”

Mark tidak hentinya membujuk nala dari tahun ke tahun agar nala berani terbang. Aku harus berhasil membujuk peri nala, pikirnya. Setelah hampir seharian membujuk Nala yang keras kepala, mark hampir menyerah.

“Tuhan memberikanmu sayap untuk terbang, jika pemberian Tuhan hanya membuatmu menjadi seorang penakut seperti ini, mungkin ia akan sedih... Kau tidak ingin bukan membuat Tuhan bersedih?” ujar Mark.

Hening...

“Peri nala, bahkan aku yang tupai saja iri denganmu yang mempunyai sayap indah seperti itu.. jangan terlalu takut, sekali-kali kau perlu menunjukkan bahwa kau tidak akan sia-sia terlahir menjadi seorang Peri..” lanjutnya.

Kali ini air mata nala tak terbendung lagi, ia menangis sejadi-jadinya, memecah sunyi malam di hutan. Nala mengerti sekali apa yang dikatakan Mark, tapi bagaimanapun ia tak juga bisa ikut terbang.

Nala menyeka air matanya yang tumpah, selang beberapa menit kemudian, ia tersenyum dan berkata pada mark..

“Kau mau kuceritakan sebuah kisah?”

“Apa itu?”

Nala menarik nafas panjang, lalu bercerita...

“Ketika aku kecil, semesta bertanya apa mimpiku.. Aku menjawab “aku ingin terbang, bisakah aku terbang sekarang?” dan aku diberikan kesempatan untuk terbang.”

“Dan kau bisa terbang?” tanya mark penasaran.

“Tentu saja aku bisa terbang, aku sudah beberapa kali ikut festival terbang. Aku adalah peri termuda yang sangat pandai terbang. Tidak ada yang mengalahkanku. Semua orang bangga padaku”

“Lantas apa yang terjadi?”

 “12 tahun yang lalu, aku mengalami sebuah kecelakaan yang membuat sayapku rusak total..” Nala tersenyum getir mengingat betapa menyakitkannya kejadian itu.

“Jika memang seperti itu, bagaimana dengan sayapmu yang sekarang?”

“Hahaha... tentu saja ini sayap buatan yang menyerupai sayapku yang dulu mark. Kau tau? Aku ini bukan hanya peri yang penakut, aku bukan hanya peri yang tak pandai terbang, tapi aku juga peri yang telah putus asa.”

Mark terdiam. Ia kalah dan kehabisan kata. Ia tak pernah menyangka bahwa peri nala yang cantik dan ceria, ternyata menyimpan luka dibalik ketakutannya.

“Mark, jangan katakan cerita ini pada siapa-siapa, biar cerita ini menjadi rahasia, biar saja mereka mengejekku sebagai Peri yang tak tau diri”



#belajarnuliscerpen

Selasa, 24 Maret 2015

(don't) let me go

Stay here, fight for me, tell me you love me, tell me you still need me.. 

***

Entah sudah berapa kali handphone-ku berbunyi, tapi tak ada satupun pesan-baru-bahkan-balasan-pesanku darimu. Ku tau kau disana baik-baik saja, ku tau kau disana sedang tidak punya waktu untuk mengetik pesan untukku. Berulang-ulang temanku bertanya “Ada apa? Bertengkar dengan kekasihmu?” karena melihat wajahku yang sendu seperti langit senja yang ditutupi kelabu. Aku tidak tau harus jawab apa, karena ku tau kita sedang baik-baik saja. Ah, benarkah kita baik-baik saja? Saat kau  hanya bisa membuatku semakin meratapi berpuluh kilometer jarak mencapai rentang pelukmu. Andai ku bisa menyederhanakan jarak, mungkin aku takkan menunggu kabarmu dengan pilu.  

Aku memperkenalkanmu sebagai kekasih, aku menceritakanmu layaknya seperti anak Sekolah Dasar yang sedang bercerita pada ibunya saat mendapat nilai 100. Tak perlu ragu lagi dengan hati dan setiaku, semuanya untukmu. Kau berada didalam salah satu deretan prioritasku. Kau sepenting itu.

 I won’t give up on us 

Tapi sayang sekali kekasihku, hati ini tidaklah setegar lagu-lagu cinta. Saat terabaikan olehmu, egoku terluka. Dan yang paling menyakitkan dari ketidak pedulianmu itu, adalah kenyataan bahwa ada yang lebih peduli denganku tapi itu bukan kamu. Bahkan ketika semua sakit itu ku ungkapkan padamu lalu berkata “untuk apa aku ada jika tak pernah kau anggap aku ada?” kau malah bilang, aku harusnya pengertian, seolah kau ingin aku tinggalkan. Kau seakan lupa bahwa aku hanya perempuan biasa. Jauh dilubuk jiwaku aku ingin merasa disayang olehmu. Aku ingin berjuang berdua denganmu, bukan sendirian. Aku juga ingin dipertahankan.   

“Yang perlu kamu pahami, sebelum kamu memahami semuanya; Ternyata, yang terpenting bagi perempuan adalah merasa selalu diinginkan.” –Linabayun 

...karena ketika seorang perempuan telah merasa benar-benar tidak dibutuhkan, maka ia akan berhenti.


Rabu, 11 Maret 2015

Perkara Kebebasan


Saya perempuan yang mengenakan jilbab. Tentang akhlak, saya bukanlah perempuan yang mempunyai iman dan taqwa yang super religius. Saya perempuan yang biasa-biasa saja. Seringkali saya tidak memakai jilbab ketika berada di lingkungan sekitar rumah, seringkali saya berdekatan dengan laki-laki yang bukan mukhrim, seringkali saya menonton film-film drama yang penuh adegan mesra, seringkali saya berfikiran jahat dan berperilaku buruk terhadap orang lain, seringkali saya berkata kotor dan berbicara di luar kontrol, seringkali saya menyukai hal-hal yang kontras dengan image jilbab yang saya pakai, dan banyak lagi gambaran di diri saya yang bukan mencerminkan wanita berjilbab nan soleha. Saya tidak sedang membanggakan semua itu karena hal itu bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan, saya hanya menuturkan bahwa betapapun saya menjaga aurat, saya tetap melakukan apa yang saya ingin lakukan dengan batas normal sebagai manusia yang punya kebebasan dan sebagai seorang perempuan.

Banyak sekali orang di belahan bumi ini yang mengaku dirinya alim, namun meneriaki orang lain paling berdosa seakan dirinya sendiri suci tak punya cela. Percaya atau tidak, tulisan saya ini pasti akan ada saja yang mencela. Pasti ada saja yang menganggap saya salah. Saya tidak terlalu peduli dengan omongan negatif orang lain tentang saya selama saya yakin tidak melakukan kesalahan yang merugikan orang lain. Terlahir di dalam keluarga yang demokrasi, membentuk saya sebagai anak yang bebas dalam berfikir. Oleh karena itu semakin saya dewasa, semakin banyak yang saya lalui, pemikiran saya jauh lebih luas tanpa batas.

Awalnya ketika pertama kali berjilbab, saya adalah seorang gadis remaja yang kolot dan sok-sokan alim mengajak teman-teman saya untuk berjilbab, dan marah sekali ketika ada yang bilang “aku belum siap pakai jilbab”, kalau dipikir-pikir saya yang dulu adalah orang yang terlalu naif. Lalu dengan seiring berjalannya waktu, saya menyadari satu hal, bahwa setiap orang berhak menjalani apa yang dia ingin, setiap orang berhak menentukan pilihan hidupnya. Semua orang diberikan kebebasan untuk memilih.

Ketika seseorang memutuskan pilihan seperti misal melepas jilbab atau berpindah agama, orang-orang sibuk menghakiminya sebagai orang kafir tanpa tau alasan yang sebenarnya, mereka hanya berpikir bahwa yang ia lakukan adalah dosa besar. Siapa yang tau kalau ia bermalam-malam meminta petunjuk Tuhan untuk keputusannya, siapa yang tau kalau ia berhari-hari berperang batin sampai badannya kurus kering untuk menemukan jati dirinya, siapa yang tau kehidupan sesak yang ia lalui sebelum keputusan yang diambilnya? Tapi orang-orang yang berfikiran sempit seakan tidak mau tau, mereka bahkan tidak menyadari telah mendzalimi jiwa seseorang. Mereka lupa bahwa moralitas tidak lebih penting dari kemanusiaan.

Sungguh aneh namun itulah yang selalu terjadi. Tidak semua orang bisa saling memahami. Lalu yang akan selalu menjadi pertanyaan sekarang adalah; bisakah sekarang kita sama-sama belajar untuk menghormati setiap keputusan masing-masing orang dan membebaskan mereka untuk tenang dengan pilihannya?

Minggu, 08 Maret 2015

(katanya sih) HOLIDAY

Hello, Indonesia!


Saya baru pulang PKL di luar negeri. Mesti banget sombong karena saya emang anaknya norak. Saya termasuk orang jaraaaaaang banget liburan, makanya sekalinya liburan jadi kayak orang baru ngeliat dunia.


Hari minggu tanggal 1 maret 2015, saya dan rombongan menuju Kuala Lumpur, Malaysia. Pusing-pusing (re: keliling) 3 hari di Malaysia, ke genting highland, petronas, USIM, dan lain-lain. Hari rabu tanggal 4 maret 2015 kami tiba di singapore, ke lion park, chinatown, universal studio, dll.. Sorenya balik ke Batam nginep semalem, besoknya tanggal 5 maret 2015 jalan-jalan benter di batam dan langsung balik ke Palembang. Saya nyeritain secara sederhana aja ya rute perjalanannya, karena yang mesti detail itu pas nulis laporannya. *maen debu*


Kesan saat pertama kalinya ke luar negeri jelas seneng lah ya, liburan kemanapun itu pasti nyenengin.

Malaysia bagus, tata kotanya rapih, walaupun gedungnya tinggi-tinggi tapi 30% lahannya hijau, disetiap sudutnya pasti ada pohon-pohon, penduduk malaysia bajunya sopan-sopan, cuman agak kurang suka sama aroma ruangan, rasa makanan, dan acara tv malaysia. Hehehe. Nah kalo di singapore, ini kotanya lebih bagus lagi.. rapiiiih banget. Ya, karena saya suka banget tempat-tempat yang penataannya rapi gak semerawut. Tapi cuaca di singapore PANAS BANGET GAES. Nikita mirzani bener. 


Dari 2 negara tersebut, kesimpulan saya adalah; walau di luar negeri gak ada jalan berlubang, sampah berserakan, dan macet, tetep lebih enakan rumah sendiri. Ibaratnya kayak cowok, Indonesia itu emang gak ganteng-ganteng banget dan gak tajir-tajir banget, tapi bisa bikin nyaman apapun keadaannya. Woho!


Soal fisik selama liburan, ya capek. Menghabiskan waktu jalan-jalan, untuk orang yang klemar-klemer manja kek saya itu bukan hal yang mudah. Kaki saya berasa kek mau patah, kantung mata gede banget, kulit muka kebakar matahari, badan lecet-lecet, merah-merah, dan lebam entah kena apaan tauk. Hidup saya 5 hari diselamatkan oleh paracetamol, kalo nggak ada itu mungkin saya uda tepar gak bisa ngapa-ngapain. Cuman, psikologis gak bisa bohong pas capek. Walopun gak sampe tepar, saya tetep cranky dan bawaan mood jelek banget kesel terus. Bayangin ajalah gimana perasaan cewek yang lagi kecapekan, kurang tidur dan lagi mens. Orang yang gak sengaja nyenggol dikit aja rasanya pengen nyetrum tu orang.


Sampe sekarang juga mood belum balik 100% bagus lagi makanya saya coba buat nulis, daripada nggak ada tempat ngeluh dan gak ada yang bisa dipeluk pula. Hiks. Baiklah kita hentikan drama ini. 


Berikut adalah  sebagian kecil dokumentasi selama PKL:

petronas


menuju genting highland naek gondolaaa!
 

lion park




dibuang sayang hahaha

udah deh segitu aja dulu fotonya, kalo mau dimasukin semua bisa beratus-ratus gak muat.



Thanks..

xoxo